- For
One More Day, Mitch Albom
Mitch memang
sering diidolakan orang dengan novel-novelnya. Satu kawan saya tergila-gila
berat dengan “Penjaga Waktu” dan yang lain fans dengan “The Five People You
Meet In Heaven”. Tidak kalah, “For One
More Day” juga berhasil membuat pembaca merenungkan kembali masa lalunya.
Terutama bagi mereka yang mengalami nasib serupa. Yep, keluarga berantakan.
Ayah dan ibunya memutuskan bercerai ketika Charley “Chick” berusia belasan
tahun. Charley kecil selalu menganggap bahwa perceraian itu disebabkan oleh
ibunya yang tak lagi bisa menjaga hubungan dengan sang ayah.
Akhirnya
Charley selalu membela ayahnya. Judul bab novel ini pun sangat unik. Dibagi
menjadi saat-saat Charley tidak membela ibunya dan saat ibunya membelanya.
Charley lebih mematuhi ayahnya. Bahkan dia meninggalkan kuliah karena mengikuti
bisbol, olah raga yang disukai ayahnya.
Meski
demikian, Charley menyesal, tetapi tampaknya dia tak paham kenapa dia menyesali
hidupnya. Puncak ceritanya adalah ketika dia kecelakaan dan dalam masa kritis
dia bebrmimpi bertemu dengan almarhum sang ibu yang meninggal ketika dia pergi
bermain bisbol demi ayahnya.
Kenyataan pun
terungkap. Penyebab perceraian orangtuanya adalah karena adanya orang ketiga.
Dalam masa-masa kritisnya, ketika “roh” si ibu membawanya ke tempat wanita
italy, selingkuhan ayahnya, dia menyadari bahwa: Aku (Charley), Ibu dan wanita
itu mengharapkan cinta lelaki yang sama, yaitu cinta ayah.
Novel ini
mengajarkan betapa pentingnya melihat masalah dari dua sisi. Tidak mentah-mentah
menyalahkan ibu atau ayah menjadi penyebab keluarga berantakan. Mana tahu yang
biki berantakan adalah dua-duanya. Iya, kan?
- Dunia
Kafka, Haruki Murakami
Novel ini
sangat menarik. Bercerita tentang lelaki yang merasa bahwa dia dibenci ayahnya karena
menjadi sumber masalah. Ibu dan kakak perempuannya minggat dari rumah.
Alasannya Kafka tak pernah tahu. Tetapi kemudian ayahnya mengatakan bahwa
kepergian itu untuk mencegah terjadinya hal yang tidak diinginkan yaitu Kafka
akan meniduri ibu dan kakak perempuannya.
Karena itu,
Kafka membenci ayahnya dan minggat dari rumah saat usia 14 tahun. Keputusan ini
sangat layak diapresiasi. Masih umur 14 tetapi sudah ingin hidup bebas. Wow.
Dalam
pencariannya, Kafka mengalami hal-hal di luar dugaan. Dan novel ini memang
diberi label “surealisme” yaitu aliran sastra yang mementingkan aspek bawah
sadar manusia (ceritanya di luar realitas) dengan hadirnya lintah dan ikan
tongkol dari langit.
- Mualaf,
Jhon Michaelson
Bercerita
tentang seorang anak muda dari Inggris yang kemudian bekerja di tempat kursus
Bahasa Inggris di Indonesia. Salah satu yang paling menarik dari buku ini
karena latarnya Indonesia. Wkwkw. Saat seseorang memilih menjadi “sesuatu”
karena hatinya diketuk memang indah. Bukan karena uang dan gengsi.
Jhon kecil
sudah memakai obat-obatan terlarang sejak dia kecil. Orangtuanya becerai dan di
novel ini dikatakan, waktu ini perceraian belum dirasa “keren” di Inggris.
Jadilah Jhon, seorang yang keras. Membiarkan ibunya memukul kakinya karena dia
tahu, dengan begitu, dia menghukum ibunya sendiri.
Ketika Jhon
masuk penjara, ayahnya memukulinya sampaibabak belur. Dalam hati Jhon
mengatakan, “Seandainya aku lebih bahagia sedikit. Pastilah aku tidak akan
begini.”
Novel ini happy ending story karena Jhon akhirnya
jatuh cinta dengan seorang janda muda di Indonesia.
- Partikel,
Dee
Zarah. Dalah
bahasa Arab berarti “Partikel”. Yaitu unsur pembentuk suatu materi. Keluarga
mereka berantakan ketika ayah Zarah jatuh cinta setengah mati dengan jamur dan
bertingkah aneh. Puncak dari segala masalah keluarga ini adalah ketika ibu
Zarah melahirkan bayi monster yang meninggal sebelum diberi nama dan semua
orang menyalahkan ayah Zarah. Saat-saat demikian Zarah merasa wajib membela
ayahnya. Zarah diam-diam ikut mempelajari jamur karena semua tentang ayahnya
dibakar oleh sang ibu ketika ayahnya menghilang.
Ketika dewasa
Zarah memutuskan mengembara demi memecahkan misteri hilangnya ayahnya. Saat
pencarian tersebut, Zarah malah menemukan dirinya sendiri.
- Sergius
Mencari Baccus, Norman Erikson Pasaribu
Kalau keempat
buku di atas adalah novel, ini bergenre puisi. Sebagian puisi Norman bercerita
tentang keluarga yang mungkin jadi berantakan ketika seorang anak dari keluarga
itu teridentifikasi sebagai seorang LGBT. Bisa dibayangkan ketika seorang
saudara kita mengaku sebagai LGBT, mungkin akan terjadi saling menyalahkan. Ibu
menyalahkan ayah dan sebaliknya.
Antologi puisi
ini menjadi pemenang lomba manuskrip puisi Dewan Kesenian Jakarta tahun 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar